Friday, January 30, 2009

Anakku Sebaiknya Masuk Sekolah Mana?


  • Sekolah X, kurikulumnya dari Negara Y lho!”
  • ”Ah, kurikulum itu kan berat sekali..., lebih baik kurikulum Negara Z, selain negara maju, kurikulumnya tidak memberikan anak banyak PR lagi!”

Percakapan seperti itu sering terdengar di antara para orang tua yang sedang memilih sekolah untuk anaknya. Para orang tua membahas mengenai kurikulum bak harga telur atau masalah banjir. Pihak sekolah pun tidak mau ketinggalan. Kurikulum internasional, kurikulum XYZ, kurikulum holistik – dan banyak lagi istilah lainnya yang dipakai menjadi alat marketing untuk menarik orang tua agar menyekolahkan anaknya di sana. Simak pembahasan FAQ (Frequently Asked Questions) berikut ini supaya Anda dapat lebih bijaksana ketika memilih sekolah terbaik untuk anak Anda.

Apa yang dimaksud dengan kurikulum?

Menurut UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam analogi sederhana, sama seperti kita ingin membuat sebuah bangunan untuk tempat tinggal, tentunya kita mempunyai bayangan apa tujuan dari tempat tinggal itu. Ada berbagai jenis tempat tinggal: rumah biasa, real estate, susun, asrama, dsb. Tujuan menjadi acuan dari rencana pembangunannya. Isi, fungsi dan pembagian tata ruang akan disesuaikan dengan tujuan.

Pentingkah kurikulum dalam pendidikan anak kita?

Sangat penting! Kurikulum akan menentukan isi, bahan pelajaran serta cara dalam mendidik anak kita. Sebuah sekolah tanpa kurikulum yang jelas sama seperti sebuah perahu yang berlayar tanpa tujuan.

Betulkah kurikulum pemerintah sering berubah-rubah?

Sebelum 2006 (KTSP), kurikulum yang ada adalah 2004 (KBK) dan 1994 (GBPP). Jadi, dari 1994 ke 2004 (10 tahun), kurikulum kita tidak pernah berubah. Perubahan dari 2004 ke 2006 pun merupakan terobosan yang luar biasa karena KBK memberi tempat pada keunikan masing-masing anak dan KTSP berani memberikan keleluasaan pada masing-masing sekolah. Itu artinya, kita tidak memiliki kurikulum nasional! Hah, masak sich? Ya!! Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa tiap-tiap sekolah mempunyai keistimewaan sendiri-sendiri. Karena itu mereka diberikan otonomi mengembangkan kurikulumnya sendiri. Koq bisa? Ya bisa saja. Amerika atau Australia pun tidak punya kurikulum nasional, kok! Jadi, jangan terkecoh dengan sekolah yang melakukan promosi dengan mencantumkan ”kurikulum Amerika” sebagai jargon jualan. Amerika mana, mbak?

Sekolah dengan kurikulum seperti apa yang cocok untuk anak kita?

Tidak ada jawaban yang ”pas”. Tapi, ada beberapa pedoman yang dapat dijadikan kriteria:

  1. Allah menciptakan manusia secara unik. Karena itu, pilihlah sekolah dengan kurikulum yang memberikan tempat kepada keunikan tiap-tiap anak kita.

  1. Allah memberikan tempat penting pada ”proses”. Kristus membentuk murid-murid-Nya setiap hari selama 3,5 tahun. Ia tidak menyulap mereka menjadi hebat dalam seketika. Sebaliknya, Ia memberi tempat untuk mereka bereksplorasi, sehingga menimbulkan pertanyaan dan diskusi. Dan Kristus tidak membuang Petrus yang berbuat salah (bahkan fatal) berulang kali. Pilihlah sekolah dengan kurikulum yang memberi tempat pada proses berkelanjutan.

  1. Pilih pula sekolah dengan kurikulum yang menekankan pembentukan, bukan hanya kemampuan koginitf, tapi terutama pembentukan hati dan karakter. Paulus seorang yang hebat. Tapi dia baru bisa dipakai Tuhan ketika terjadi pertobatan dan perubahan karakter di dalam dirinya.

Apakah semakin mahal sekolah itu semakin bagus kurikulumnya?

Tidak menjamin! Sekolah mahal, bangunan bagus, fasilitas lengkap – tidak serta merta menjamin kualitas kurikulum. Justru program yang berkesinambungan dan kualitas guru lah yang akan sangat mempengaruhi mutu sebuah sekolah. Sekolah yang dibangun almarhum Romo Mangun di Kali Code Yogyakarta merupakan sekolah yang sangat sederhana. Tapi justru di tempat yang seadanya itulah anak-anak diberi keleluasaan untuk mengembangkan dirinya. Sebuah sekolah Islam di Salatiga dengan berani tidak menyertakan muridnya dalam ujian nasional. Sebaliknya, anak-anak SMP di sana harus melakukan penelitian dan praktek dengan mendampingi para petani untuk membuktikan apa yang telah dipelajarinya di kelas. “Kelas” Tuhan Yesus ada di pinggir jalan, di tepi sumur, di bukit, bahkan di kuburan!

Bagaimana kalau saya memindahkan anak saya dari satu sekolah ke sekolah lainnya?

Perhatikan apakah ada perbedaan mendasar antara sekolah asal dengan yang baru. Bila ada, perhatikan bagaimana kurikulum di sekolah yang baru bisa membantu anak Anda untuk dapat berkembang seutuhnya dan dengan keistimewaannya. Berilah waktu juga kepada anak Anda untuk beradaptasi dengan kurikulum yang baru (ingat, kurikulum akan mempengaruhi cara mengajar, sarana yang dipakai, termasuk penilaian terhadap anak Anda).

Textbook apa yang paling sesuai dengan kurikulum sekarang ini?

Banyak orang tua yang mempunyai pandangan keliru mengenai penggunaan textbook. Seakan-akan semakin banyak dan semakin tebal textbook yang diwajibkan sekolah, semakin baik kurikulum yang dipakai. Justru karena tiap anak harus dihargai keunikan dan perbedaannya, sekolah tidak perlu terikat pada textbook tertentu. Sebaliknya, kurikulum yang baik menuntut sekolah dan guru untuk bisa memanfaatkan sumber informasi yang tersedia melimpah di sekeliling kita. Alam, guntingan iklan, barang-barang bekas, dsb bisa menjadi sarana pembelajaran yang sangat kaya. Tuhan Yesus tidak meniadakan hukum Taurat, tapi Dia memakai perumpamaan dan contoh dari yang mudah ditemui disekitarnya: burung, rumput, roti, ikan, pasir, jubah, anggur.....

Bagaimana kita bisa melihat apakah sebuah sekolah menjalankan kurikulum sesuai dengan yang ”ditawarkan” atau tidak?

Tanyakan kurikulum yang sekolah miliki dari tingkat dasar sampai dengan lanjutan. Sekolah yang baik HARUS mempunyai kurikulum yang berkesinambungan. Gampangnya, tidak mungkin kita belanja bahan untuk gado-gado kalau tujuan kita membuat rawon, bukan? Kalau sekolah itu mengatakan, ”Ooh..., kita ikut kurikulum nasional!” Tanyakan, ”Bukankah pemerintah memberikan otonomi kepada sekolah untuk membuat kurikulumnya sendiri dan karena itu, disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)?” Kalau mereka bingung, sarankan mereka untuk menghubungi saya. Ha ha ha... ** (WH)

Weilin Han, M.Sc. adalah Konsultan Sekolah dan Pelatih Guru I-Teach Education Training Center.

Dapat dihubungi di

No comments: